Rabu, 06 Januari 2016

Senja Bersamamu




Medan, 5 Januari 2016
 
Senja turun meliputi semesta. Ice cream yang sudah tersaji mulai mencair. Dan seiring tarikan nafas ke dalam ada pelepasan udara dengan perlahan. Aku tak pernah menyangka bahwa menghabiskan senja bersamamu akan sangat berefek bagiku. Sepertinya kebersamaan kita sudah menjadi candu tersendiri bagiku. Aku mulai paham. Kebersamaan ini telah menghasilkan rasa cinta di ruang hati. Hingga hati senantiasa menuntut untuk dapat menikmati kebersamaan kita.

Lagi-lagi kebersamaan  tidak tercipta dengan mudah. Karena ia menuntut pengorbanan. Yaa, waktu adalah pengorbanan terberat yang harus dimenangkan.

Maka suatu hari kebersamaan benar-benar tidak terlalu rumit. Suatu hari kebersamaan bisa dilahirkan dengan sederhana. Disuatu momen ketika mentari undur diri digantikan senja yang siap menyapa. Sungguh, keindahan senja yang tak ada duanya. Hingga diri sibuk untuk mengabadikan senja di ponsel barumu, serta mengabadikan setiap episode yang ada kala itu. Hingga saat ini, celotehan ringanmu masih terekam jelas yang acapkali akan membuat bibir ini melengkung membentuk satu garis senyum di wajah. Ahh, cinta memang selalu menjadi rumah kebersamaan yang paling nyaman.

Maka kelak kamu akan mengerti bahwa menikmati senja dengan cara yang berbeda itu sangat menyenangkan. Dengan kehadiran cinta sebagai pelengkap dari tiap jejak kebersamaan. Serta semesta yang senantiasa membersamai kita.  Karena kehadiran semesta memberi kekuatan lain untuk terus melangkah dan berjalan. Meski terkadang harus berjalan sedemikian pelan, bukan berati berhenti. Kita membuka selapis-demi selapis diri seiring waktu dan kejadian, yang juga dibungkus kebersamaan. Apa pun itu, kita melewatinya bersama. Baik itu saat kuat, rapuh, jatuh, tegar hingga kita merasa tak perlu lagi ada gentar untuk menghadapi setiap episode hidup karena kita senantiasa bersisian.

Hingga suatu saat nanti, kita benar-benar tahu bahwa semua ini adalah bentuk skenario-Nya dalam balutan kebersamaan.

Maka Nikmat Tuhan yang mana lagi yang kau dustakan?”
Tentu jawabannya tidak ada, Tidak ada nikmat Tuhan yang mampu ku dustakan.

Lembar 1, Dandelion Sang Pemimpi