Stop Penggunaan Antibiotik yang tidak Rasional
Tri Sumaria, Fakultas Farmasi 2013,
Universitas Sumatera Utara
Antibiotik
merupakan obat yang banyak diresepkan pada pasien. Siapa yang tidak kenal
dengan antibitotik? Saat ini hampir sebagian besar masyarakat telah mengenal
antibiotik. Menurut Tjay dan Rahardja (2007), antibiotik merupakan zat-zat
kimia yang diproduksi oleh fungi dan bakteri, yang berkhasiat untuk menghambat
kuman atau bahkan mematikan dengan toksisitas yang relatif kecil. Antibiotik
sering digunakan untuk membunuh bakteri penyebab penyakit infeksi.
Indonesia
merupakan negara berkembang yang sedang menghadapi masalah serius dalam
penggunaan antibiotik. Hal ini dapat dilihat dari angka pemakaian antibiotik yang
tidak rasional.
Menurut
Vance dan Millington (1986), penggunaan obat yang tidak rasional merupakan
masalah yang serius dalam pelayanan kesehatan karena dapat menimbukan dampak
negatif. Menurut Qibtiyah (2005), penggunaan obat yang tidak rasional
menyebabkan banyak kerugian antara lain pemborosan biaya kesehatan atau pengobatan
menjadi lebih mahal, resiko efek samping, perawatan penderita lebih lama,
menurunkan kualitas pelayanan kesehatan. Dan menurut Azevedo (2009), penggunaan
obat yang tidak rasional dapat menghilangkan sensitivitas bakteri terhadap
antibiotik dan memperluas resistensi bakteri.
Pemakaian
antibiotik yang tidak rasional dapat menimbulkan dampak yang berbahaya bagi
kesehatan masyarakat, salah satunya adalah resistensi bakteri pada antibiotik
yang ada. Menurut Bronzwear (2002), resistensi antibiotik merupakan salah satu
masalah yang berkembang di seluruh dunia. Tingginya penggunaan antibiotik menyebabkan
resistensi tersebut terjadi. Dapat dilihat dari data WHO (2001), yang
menyimpulkan bahwa 2.996 orang yang terdaftar menggunakan antibiotik, terdapat
2494 kasus resistensi diantaranya antibiotik ampicillin 34%,
trimetoprim/sulfametoksazol 29%, kloramfenikol 15%.
Menurut
Kajian Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2006), resistensi antibiotik
kini semakin meningkat, terutama terjadi
pada antibiotik generik yang relatif murah harganya. Keadaan ini dinilai sangat
membahayakan, karena dikhawatirkan para tenaga kesehatan belum banyak
mengetahui tantang pentingnya antibiotik yang digunakan untuk memerangi
penyakit-penyakit infeksi yang baru muncul (emerging)
maupun muncul kembali (reemerging).
Sedangakan menurut Norris (2009), penggunaan antibiotik untuk kondisi-kondisi
yang tidak lazim merupakan
salah satu faktor
yang dapat menyebabkan resistensi
antibiotik. Semua kemungkinan tersebut akan memberikan kontribusi
pada pertumbuhan dan
penyebaran resistensi antibiotik.
Salah satu
solusi untuk menghadapi tantangan rasionalitas penggunaan antibiotik adalah
dengan pemberian antibiotik setelah dilakukannya uji laboratorium. Hal ini
disebabkan karena sebelum meresepkan antibiotik kepada seorang
pasien, perlu dipastikan terlebih dahulu apakah infeksi tersebut disebabkan
oleh bakteri atau parasit yang memang dapat dimusnahkan oleh antibiotik. Jika
infeksi tersebut disebabkan oleh virus, maka pasien tidak perlu diberikan
antibiotik.
Jadi,
pemberian antibiotik pada pasien dilakukan ketika sudah diketahui jenis infeksi
yang terjadi pada pasien tersebut. Hal ini dikarenakan perbedaan infeksi pada
pasien akan membutuhkan jenis, frekuensi dan dosis antibiotik yang
berbeda-beda.
Menurut
WHO (2002), penggunaan obat dikatakan rasional apabila pasien menerima
pengobatan yang sesuai dengan kebutuhannya secara klinis, dalam dosis yang
sesuai dengan kebutuhan individunya, selama waktu yang sesuai, dengan biaya
yang paling rendah sesuai dengan kemampuan masyarakatnya. Penggunaan obat yang
rasional harus memenuhi beberapa kriteria berikut, yaitu pemilihan obat yang
benar, tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis, tepat pasien, pemberian obat
dengan benar dan kepetuhan pasien pada pengobatan.
Dampak
akibat penggunaan antibiotik yang tidak rasional diantaranya adalah terjadinya
kerusakan gigi, demam, diare, muntah mual, mulas, ruam kulit, gangguan saluran
pencernaan, pembengkakan bibir maupun kelopak mata, hingga gangguan napas.
Bahkan menurut berbagai penelitian menunjukkan, pemberian antibiotik pada usia
dini beresiko menimbulkan alergi dikemudian hari.
Resistensi
antibiotik tidak hanya menjadi tugas pemerintah, melainkan juga menjadi tugas
para penggerak sarana pelayanan kesehatan untuk memberikan pengobatan antibiotik
yang rasional. Dengan penggunaan antibiotik secara rasional maka akan
memberikan optimalisasi terapi antibiotik sehingga memberikan hasil yang
optimal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar