Kamis, 03 November 2016

Stop Penggunaan Antibiotik yang tidak Rasional


Stop Penggunaan Antibiotik yang tidak Rasional
Tri Sumaria, Fakultas Farmasi 2013, Universitas Sumatera Utara
                                                           
Antibiotik merupakan obat yang banyak diresepkan pada pasien. Siapa yang tidak kenal dengan antibitotik? Saat ini hampir sebagian besar masyarakat telah mengenal antibiotik. Menurut Tjay dan Rahardja (2007), antibiotik merupakan zat-zat kimia yang diproduksi oleh fungi dan bakteri, yang berkhasiat untuk menghambat kuman atau bahkan mematikan dengan toksisitas yang relatif kecil. Antibiotik sering digunakan untuk membunuh bakteri penyebab penyakit infeksi.
Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang menghadapi masalah serius dalam penggunaan antibiotik. Hal ini dapat dilihat dari angka pemakaian antibiotik yang tidak rasional.
Menurut Vance dan Millington (1986), penggunaan obat yang tidak rasional merupakan masalah yang serius dalam pelayanan kesehatan karena dapat menimbukan dampak negatif. Menurut Qibtiyah (2005), penggunaan obat yang tidak rasional menyebabkan banyak kerugian antara lain pemborosan biaya kesehatan atau pengobatan menjadi lebih mahal, resiko efek samping, perawatan penderita lebih lama, menurunkan kualitas pelayanan kesehatan. Dan menurut Azevedo (2009), penggunaan obat yang tidak rasional dapat menghilangkan sensitivitas bakteri terhadap antibiotik dan memperluas resistensi bakteri.
Pemakaian antibiotik yang tidak rasional dapat menimbulkan dampak yang berbahaya bagi kesehatan masyarakat, salah satunya adalah resistensi bakteri pada antibiotik yang ada. Menurut Bronzwear (2002), resistensi antibiotik merupakan salah satu masalah yang berkembang di seluruh dunia. Tingginya penggunaan antibiotik menyebabkan resistensi tersebut terjadi. Dapat dilihat dari data WHO (2001), yang menyimpulkan bahwa 2.996 orang yang terdaftar menggunakan antibiotik, terdapat 2494 kasus resistensi diantaranya antibiotik ampicillin 34%, trimetoprim/sulfametoksazol 29%, kloramfenikol 15%.
Menurut Kajian Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2006), resistensi antibiotik kini semakin  meningkat, terutama terjadi pada antibiotik generik yang relatif murah harganya. Keadaan ini dinilai sangat membahayakan, karena dikhawatirkan para tenaga kesehatan belum banyak mengetahui tantang pentingnya antibiotik yang digunakan untuk memerangi penyakit-penyakit infeksi yang baru muncul (emerging) maupun muncul kembali (reemerging). Sedangakan menurut Norris (2009), penggunaan antibiotik untuk kondisi-kondisi yang tidak  lazim  merupakan  salah  satu  faktor  yang  dapat menyebabkan  resistensi  antibiotik. Semua kemungkinan tersebut akan memberikan kontribusi pada  pertumbuhan  dan  penyebaran  resistensi antibiotik.
Salah satu solusi untuk menghadapi tantangan rasionalitas penggunaan antibiotik adalah dengan pemberian antibiotik setelah dilakukannya uji laboratorium. Hal ini disebabkan karena sebelum meresepkan antibiotik kepada seorang pasien, perlu dipastikan terlebih dahulu apakah infeksi tersebut disebabkan oleh bakteri atau parasit yang memang dapat dimusnahkan oleh antibiotik. Jika infeksi tersebut disebabkan oleh virus, maka pasien tidak perlu diberikan antibiotik.
Jadi, pemberian antibiotik pada pasien dilakukan ketika sudah diketahui jenis infeksi yang terjadi pada pasien tersebut. Hal ini dikarenakan perbedaan infeksi pada pasien akan membutuhkan jenis, frekuensi dan dosis antibiotik yang berbeda-beda.
Menurut WHO (2002), penggunaan obat dikatakan rasional apabila pasien menerima pengobatan yang sesuai dengan kebutuhannya secara klinis, dalam dosis yang sesuai dengan kebutuhan individunya, selama waktu yang sesuai, dengan biaya yang paling rendah sesuai dengan kemampuan masyarakatnya. Penggunaan obat yang rasional harus memenuhi beberapa kriteria berikut, yaitu pemilihan obat yang benar, tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis, tepat pasien, pemberian obat dengan benar dan kepetuhan pasien pada pengobatan.
Dampak akibat penggunaan antibiotik yang tidak rasional diantaranya adalah terjadinya kerusakan gigi, demam, diare, muntah mual, mulas, ruam kulit, gangguan saluran pencernaan, pembengkakan bibir maupun kelopak mata, hingga gangguan napas. Bahkan menurut berbagai penelitian menunjukkan, pemberian antibiotik pada usia dini beresiko menimbulkan alergi dikemudian hari.
Resistensi antibiotik tidak hanya menjadi tugas pemerintah, melainkan juga menjadi tugas para penggerak sarana pelayanan kesehatan untuk memberikan pengobatan antibiotik yang rasional. Dengan penggunaan antibiotik secara rasional maka akan memberikan optimalisasi terapi antibiotik sehingga memberikan hasil yang optimal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar