Rabu, 17 Februari 2016

About Triple-P Medan



Assalamu’alaikum wr.wb

Every single people pursuing their happiness. Everyday. They found the happiness they thought will make them happy but actually it’s fake. Not so many people on earth understood that the happiness it self will conceal the essention after shared. Make people happy too~Anonim

Mungkin ada sebagian orang yang berfikiran bahwa berbagi baru bisa dilakukan jika sudah mampu dalam hal materi. Padahal sebenarnya berbagi tidak harus dalam hal materi, melainkan dapat dalam bentuk tenaga, pikiran, kebahagiaan, ilmu, perhatian, kepedulian, bahkan memberikan waktu kita pun dapat dikatakan berbagi. Kebahagiaan kita tidak akan berkurang jika kita berbagi, tapi yang ada malah kebahagiaan kita akan bertambah. Bahkan berkali-kali lipat pertambahannya. Atas alasan itulah saya memutuskan untuk bergabung menjadi volunteer Pemuda Peduli Panti (Triple-P) Medan. Saya ingin menjadi bagian dari mereka yang dapat berbagi kebahagiaan, ilmu, serta waktu kepada anak-anak yang ada di Panti Asuhan. Menginspirasi mereka agar kelak mereka tetap semangat dalam menjalani kehidupan.

Minggu, 14 Februari 2016. Pertama kalinya saya hadir dalam acara rutin Triple-P di Panti Asuhan Padang Bulan. Bertemu dengan para pemuda Triple-P membuat saya merasa kecil, merasa minder dengan keminiman kontribusi saya selama ini. Hal ini mengingatkan saya pada pepatah lama yaitu “Jangan hanya menjadi katak dalam tempurung”. Yap, benar sekali. Ketika katak tersebut merasa nyaman berada dalam tempurung dan ia enggan keluar dari sana, maka ia tidak akan melihat indahnya dunia luar. Ia hanya berkutat dengan zona nyamannya, maka hal ini mengajarkan saya untuk terus semangat berkontribusi bagi banyak orang.

Bergabung dengan Pemuda Peduli Panti (Triple-P) Medan memberikan nafas baru bagi saya, mungkin sebelumnnya rutinitas saya hanya di sekitaran kampus yang terkadang membuat lelah dan jenuh. Maka dari itu kegiatan ini akan membawa angin segar bagi rutinitas saya. Dan secara tak langsung membuat rutinitas saya menjadi lebih berwarna.

Satu hal yang tak terlupakan adalah kehadiran adik-adik panti. Canda tawa mereka yang membuat hati merasa hangat, serta tingkah lucu mereka yang senantiasa mengundang gelak tawa saya. I hope they are always happy, healthy, and easy to live their lives. Aamiin..

Finally, I hope always easy to contribute more to the Pemuda Peduli Panti (Triple-P) and I can istiqomah until the end.

Lucu ya adiknya, pipinya buat gemes, hihii:D

Wah, Cuma satu yang fokus dengan kamera. Yang tiga lagi ngapain ya kira-kira? :D

PDKT dengan adik-adik Panti bersama anggota Triple-P lainnya

#WeCareWeShare
#SemangatMenembusLangit


Medan, 17 Februari 2016
Lembar 5, Dandelion Sang Pemimpi

Rabu, 10 Februari 2016

Go Catch Your Dream!



“Awan di cakrawala, tempat mimpi bertakhta. Betapa tinggi menggapainya. Kan kukerahkan sayap kecilku untuk sampai di sana. Retaslah awan, tantanglah debu dan hujan. Kepakkan azam, terjanglah badai gelombang! Hembuskan doa, buanglah keraguan! Wujudkan mimpimu, mimpi-mimpi sucimu, ukirlah di hatimu. Ceritakan kepada Tuhanmu. Pasti dikabulkan juga dimudahkan untuk menggapainya.” (Retaslah awan - jahar)

Perjuangan, pencapaian, serta impian merupakan tiga kata yang saling bertautan. Kinerjanya akan mempengaruhi satu dengan yang lain. Perjuangan akan menghasilkan pencapaian terhadap impian kita. Dimana impian tersebut akan membentuk kita menjadi pribadi yang tangguh, sabar, tidak mudah putus asa, kontributif, serta selalu mendekatkan diri kepada Allah Swt. Maaf jika lagi-lagi saya berbicara mengenai impian. Mungkin saya termasuk orang yang “ngotot” dalam mencapai suatu keinginan. Sehingga saya tidak ada bosan-bosannya membicarakan mengenai impian. Wajar bukan, jika seseorang mempunyai impian yang ingin dicapai?

Februari 2016 merupakan waktu dimana saya mengazamkan diri untuk menjadi pribadi yang produktif. Saya menyebutnya sebagai “Program Liburan Produktif”. Ada beberapa hal yang saya lakukan saat itu, dimulai dengan mengikuti beberapa perlombaan menulis esai serta LKTI, mengirim aplikasi pada beberapa acara training nasional, mengirim aplikasi menjadi volunteer pada kegiatan sosial, menjadi siswa pada sekolah yang pembelajarannya melalui online, serta yang terakhir menambahkan 2 impian di dalam dreamlist saya. Saya berharap dari beberapa yang telah saya usahakan pada program liburan produktif tersebut dapat membuahkan hasil. Setidaknya agar dapat menjadi stimulan terhadap semangat dan jiwa saya untuk terus berusaha menggapai impian-impian saya.

Terkadang, entah kenapa saya sering merasa tidak yakin dengan kemampuan, usaha, serta impian yang selama ini selalu mampu menjadi stimulan terhadap semangat saya. Harap-harap cemas. Apakah yang saya lakukan di saat ini dapat menjadikan impian-impianku benar-benar nyata di masa yang akan datang? Atau, apakah daftar impian ini hanyalah bentuk keambisiusan dari seorang muslimah seperti saya?
Saya harap tidak. Karena saya percaya ketika seseorang mampu memiliki impian maka suatu saat pasti ia akan meraihnya. Impian itu yang akan menunjukkan kemana saya akan menjejak, melangkah, lalu berlari meraihnya. Tak lagi peduli bagimana jalan yang harus ditempuh. Apakah akan sama dengan rute yang sudah dikonsep sebelumnya ataukah ada rute yang lain dari Sang Maha Pencipta yang tentunya lebih indah dibandingkan dengan rute karangan saya. Karena saya percaya atas doa-doa yang telah terbang di angkasa selalu didengar oleh Sang Maha Pencipta. Maka sudah pasti Ia akan memudahkan saya dan bahkan memberikan rute yang indah menuju impian saya.
Go catch your dream, it is not imposible :)
Manjadda Wajada..


Medan, 11 Februari 2016
Lembar 4, Dandelion Sang Pemimpi

Selasa, 09 Februari 2016

Beautiful Word in My Life (Mama)


Katanya, kehadiranku sangat dinantikan olehnya. Bahkan ia rela mempertaruhkan nyawa saat aku dilahirkan ke muka bumi ini, serta proses pendarahan yang saat itu agak sulit dihentikan.

Saat aku kecil,
Ia akan marah jika aku malas pergi mengaji. Saat itu aku sempat menangis hebat agar tidak diantar ke musholla, namun nyatanya ia memiliki 1001 cara untuk membujukku agar mau pergi mengaji. Hingga akhirnya aku berjanji padanya untuk tidak malas lagi pergi mengaji. Aku masih sangat ingat kejadian itu, karena setelah itu ia membelikanku sepeda baru untuk ku gunakan pergi ke musholla untuk mengaji.

Saat aku remaja,
Pertama kalinya ia memberikan tanggung jawab atas pilihanku. Aku sudah tak seperti kanak-kanak dulu yang tak mau pergi mengaji, bermain hingga lupa waktu, atau sering bermain di sungai. Kini aku lebih suka di rumah untuk belajar. Bahkan saat teman seusiaku berpacaran dengan teman sekolahnya, ia justru menasehatiku untuk menjaga kepercayaannya. Ia selalu mengatakan “jadilah si ragil yang membanggakan”. Hingga saat itu aku bertekad untuk berprestasi di sekolahku. Alhamdulillah, saat itu aku mampu menjadi juara umum di sebuah sekolah menengah pertama di daerahku.
Kata-kata itu masih saja melecut diriku untuk  terus membuatnya bahagia. Hingga suatu hari ketika hari kelulusanku tiba,  aku mengutarakan niatku kepadanya  untuk merantau ke kota lain, melanjutkan pendidikan SMA di sana. Awalnya aku yakin ia akan setuju, karena ku dengar SMA itu merupakan SMA terbaik dan sudah banyak mencetak generasi yang mumpuni. Namun kenyatannya ia menentang hebat. Alasannya banyak. Aku anak perempuan, anak paling kecil, masih remaja yang baru beranjak dewasa, masih manja yang belum bisa hidup sendiri. Kecewa. Yaa, aku kecewa padanya. Bukankah dirinya yang selalu mengatakan “jadilah si ragil yang membanggakan?”  Namun kenapa ia tidak memberikanku izin untuk mengukir prestasi itu? Seminggu berkutat untuk meminta izinnya, segala cara sudah dilakukan, hingga cara yang ku anggap paling ampuh (red: ngambek) pun ternyata tak dapat menggoyahkan keputusannya. Hingga, lagi-lagi ia membujukku. Merayuku untuk meneruskan pendidikan SMA di daerah setempat. Hatiku luluh kala itu, karena  izinnya adalah segala-galanya bagiku. Izinnya sebanding dengan izin Sang Maha Pencipta. Maka dari itulah aku turuti permintaannya.

Saat aku remaja menuju dewasa,
Aku terus menjaga kepercayaan yang ia berikan padaku. Disini aku mulai sadar bahwa waktu kebersamaanku dengannya sudah berkurang. Di waktu senja aku baru tiba di rumah dikarenakan kegiatan sekolah yang padat, dari mulai les sore, praktikum, serta kegiatan ekstrakurikuler. Namun walau seperti itu, ia selalu membekali ku untuk makan siang. Tak lupa susu serta sarapan yang selalu ia hidangkan di pagi hari. Ahh, ia selalu menjadi yang terbaik dalam hidupku.
Suatu hari pernah ia khawatir hebat terhadapku. Saat itu handphoneku mati sehingga tidak bisa untuk memberinya kabar bahwa ada praktikum dadakan sore itu. Hingga senja tiba aku belum tiba di rumah. Ia duduk di beranda rumah sambil menungguku. Saat aku tiba, ia menangis dan mengatakan sangat menghawatirkanku. Ya Allah... sebegitu khawatirnyakah ia dengan keselamatanku? Hingga setelah itu aku berjanji untuk selalu memberikan kabar kepadanya, bagaimanapun kondisi dan situasiku.

Saat aku jauh darinya,
Pertama kalinya aku merasakan pelukan yang paling berat dalam hidupku. Aku harus siap menjalani kehidupanku sendiri. Dan lagi-lagi kulihat wajahnya khawatir. Sejujurnya aku tak suka melihatnya khawatir seperti itu. Aku takut itu akan membuat beban pikirannya bertambah. Hingga saat itu ku paksakan bibirku melengkung membentuk segaris senyum agar dapat mengurangi kecemasannya. Mengatakan bahwa aku akan baik-baik saja disini.
Aku tahu, ini pertama kalinya kami hidup berjauhan. Setelah beberapa hari tanpanya, aku semakin mengerti betapa berartinya dirinya untukku selama ini. Hingga kini aku semester 6, aku selalu ingat apa yang dikatakannya. Karena sebaris kalimat itulah yang mampu menjadi stimulan untuk terus melangkah, untuk terus memacu diriku menjadi insan yang bermanfaat. Selama ini, aku selalu meminta doa-doanya agar Allah selalu menjagaku, agar Allah memudahkan segala aktivitasku, dan agar Allah memudahkan diriku untuk meraih impian-impianku. Ah, ia memang selalu ada untukku. Selalu menjadi tujuan dari kegamanganku. Selalu menjadi tempat untuk ku bersandar, mengadu, bahkan menangis. Ia adalah mama.
Mama adalah kata terindah dalam hidupku. Seorang murabbi pertama yang menjadi perantara untuk aku dapat menikmati indahnya semesta. Seorang guru terbaik yang selalu mendidikku, melatihku berjalan, berbicara, serta aktivitas lainnya.

Mama...
Bagaimana lagi aku harus mendeskripsikan segala hal tentangmu?
Bagaimana aku harus membalas cinta kasihmu selama ini?
Bagaimana caranya aku membalas segala hal kebaikanmu? Kelembutanmu? Serta kesabaranmu?
Bagaimana aku membalas beribu-ribu doa yang kau panjatkan untukku seusai shalatmu? sehingga disini aku merasa Allah selalu mempermudah segala aktivitasku.
Bagaimana saat tiba waktunya untuk mama kembali, aku belum menjadi ‘si ragil yang membanggakan’?
Di tempat yang jauh darimu saat ini, aku selalu memikirkan apakah mama bahagia? Apakah mama sudah makan? Bahkan ketika malam minggu tiba, disaat jadwal telfonan kita, aku selalu merasa ingin pulang. Ingin melihat langsung ketika mama makan, masak, dan segala aktivitas lainnya.

Mama..
Terima kasih atas segala hal yang telah kau beri selama ini. Ma, suatu saat nanti aku pasti bisa menjadi ‘si ragil yang membanggakan’. Karena aku yakin, doa-doa mama selalu didengar oleh Allah Swt. Biarlah Allah yang mengatur semuanya. Ma, memilikimu adalah nikmat terindah yang harus ku syukuri. Bagaimana tidak? Engkau adalah malaikat tanpa sayap yang Allah hadirkan untukku. Izinmu seperti izin Sang Maha Pencipta. Serta doa mu merupakan obat yang paling mujarab di saat aku sakit dalam kehidupanku.
Segala hal yang telah mama beri tak mungkin dapat kubalas semuanya, karena aku tahu aku tak mampu untuk membalas setiap pengorbananmu. Hanya Allah yang dapat membalas semuanya dan aku selalu meminta kepada-Nya. Untuk mempersatukan kita di surga-Nya kelak. Aamiin ya Rabbal 'alamin...
Aku sayang mama :)


Medan, 10 Februari 2016
Lembar 3, Dandelion Sang Pemimpi