Semangat
itu terasa hilang, pergi dari ruang yang penuh dan sempit ini. Ahh, rasanya
saat ini aku butuh stimulasi untuk menghadirkan semangat itu lagi.
Pantaskah untuk terus seperti ini? Kau biarkan aku menari bersama lelah yang entah sampai kapan aku akan menyudahinya.
Pantaskah untuk terus seperti ini? Kau biarkan aku menari bersama lelah yang entah sampai kapan aku akan menyudahinya.
Bukankah
dari awal kita sudah sepakat untuk memberi akhir yang indah?
Tapi kenapa seolah kau tak peduli dan malah pergi meninggalkanku?
Kemana engkau pergi, semangat?
Apakah kau lelah bersamaku?
Jangan. Aku harap kau tidak lelah untuk terus bersamaku, sebab hadirmu yang mampu mengenyahkan segala kelelahanku.
Kembalilah semangat. Aku Rindu. Rindu menari bersamamu.
Tapi kenapa seolah kau tak peduli dan malah pergi meninggalkanku?
Kemana engkau pergi, semangat?
Apakah kau lelah bersamaku?
Jangan. Aku harap kau tidak lelah untuk terus bersamaku, sebab hadirmu yang mampu mengenyahkan segala kelelahanku.
Kembalilah semangat. Aku Rindu. Rindu menari bersamamu.
Cepat
kemari, aku sedang sendiri menanti hadirmu.
Seketika
seperti ada yang berbisik dalam diriku..
‘‘Aku
tak pernah pergi darimu. Aku selalu ada dalam dirimu, namun sekarang aku sedang
tidur. Maukah kau membangunkanku?’’
Aku
mencoba menelaah bisikan itu, dan..
“Yaa, tentu aku akan membangunkanmu, semangat. Aku sudah bosan terus menerus menari bersama lelah. Aku ingin kamu kembali bersamaku. Meneruskan kesepakatan kita untuk mengukir akhir yang indah”.
“Yaa, tentu aku akan membangunkanmu, semangat. Aku sudah bosan terus menerus menari bersama lelah. Aku ingin kamu kembali bersamaku. Meneruskan kesepakatan kita untuk mengukir akhir yang indah”.
Medan, 2 Februari 2016
Lembar 2, Dandelion Sang Pemimpi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar