Kamis, 28 April 2016

Menghijrahkan Cinta Kepada-Nya



                                                                                  Oleh    : Tri Sumaria

Akhir-akhir ini telinga kita sudah tidak asing lagi mendengar kata-kata hijrah ataupun hijrah cinta. Kita sering mendengarnya dari televisi, surat kabar atau bahkan dari kehidupan sehari-hari. Hijrah berasal dari bahasa arab yang artinya perpindahan atau migrasi. Hijrah ini berasal dari peristiwa perjalanan Nabi Muhammad Saw dari kota Mekkah ke Madinah pada tahun 611 M. Hijrah adalah langkah untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi dari sebelumnya, meninggalkan sesuatu yang buruk dan berpindah kepada hal-hal yang lebih baik. Sementara itu, cinta adalah sebuah perasaan ketertarikan terhadap sesuatu. Oleh karena itu, hijrah cinta merupakan proses perpindahan cinta dari sesuatu yang tidak baik menuju cinta yang hakiki, yaitu cinta kepada-Nya.
Pada hakekatnya, cinta merupakan fitrah yang dimiliki manusia. Dimana ada banyak cinta di dunia ini yang mengelilingi manusia, yaitu cinta kepada Allah, cinta kepada makhluk ciptaan Allah seperti kepada orang tua, keluarga, dan sahabat, serta cinta kepada sesuatu yang Allah ciptakan seperti harta, tanaman, lautan, serta jabatan. Namun dari banyaknya cinta yang ada di sekitar manusia hanya ada satu cinta yang paling istimewa, yang selalu ada disisi manusia dan tak pernah hilang dalam keadaan apapun yaitu cinta kepada-Nya. Hanya cinta kepada-Nya yang tak pernah membuat diri kita kecewa, sulit, patah hati dan menderita.
            Sampai saat ini banyak orang-orang yang sepertinya belum paham makna cinta yang sebenarnya. Hal ini dapat kita lihat dari masih banyaknya orang-orang di luar sana yang terus-menerus merasa sedih karena putus cinta, selain itu maraknya istilah baper atau sering disebut bawa perasaan terhadap seseorang hingga membuat galau yang berkepanjangan, kecewa yang sangat dalam terhadap seseorang hingga menimbulkan penyakit hati yang sulit disembuhkan. Hal-hal seperti ini seharusnya tidak terjadi. Kemungkinan besar ini terjadi karena rasa cinta mereka kepada hal selain Allah lebih besar dibandingkan rasa cintanya kepada Allah. Padahal tanpa mereka sadari rasa cinta yang ada di hati mereka bersumber dari Allah Swt.
Jika kita menghijrahkan cinta dari jatuh cinta menuju bangun cinta, maka cinta menjadi sebuah istana tinggi menggapai surga~Salim Ahukum Fillah.
Menilik dari pernyataan Salim Ahukum Fillah bahwa sesungguhnya ketika kita sudah menghijrahkan diri kita dari rasa cinta kepada sesuatu selain Allah menuju rasa cinta kepada Allah maka cinta kita dapat menuntun kita untuk menuju ke surga-Nya.
Ketika kita sudah menghijrahkan cinta kita, maka ada konsekuensi yang harus dilakukan. Sebuah langkah baru yang harus dimulai. Salah satunya adalah selalu mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Allah Swt serta menjauhi segala larangan-Nya. Hal ini tentu sangat mudah bagi orang-orang yang memang mencintai Allah. Sebab dengan rasa cinta-Nya itu ia akan melaksanakan segala perintah-Nya. Rasa cinta kepada-Nya yang akan menjadi dasar atas ibadah yang ia lakukan. Hingga pada akhirnya menghantarkan dirinya menuju cinta yang hakiki,  yang akan menuntun dirinya menuju surga yang Allah janjikan. Permasalahan saat ini adalah bagaimana jika orang tersebut baru mulai menghijrahkan cintanya kepada Allah? Tentu ini bukan perkara yang mudah. Banyak rintangan dan kesulitan yang mungkin akan menghampirinya. Salah satunya adalah perasaan tidak percaya diri dengan hijrahnya, dijauhi orang-orang disekitarnya, dan mungkin saja akan diperbincangkan oleh orang-orang yang tidak menyukai proses hijrahnya. Hal-hal seperti itulah yang mungkin akan membuat ragu bagi orang-orang yang hendak berhijrah atau bahkan yang sudah memulai hijrahnya. Namun percayalah di sinilah titik terpenting dari proses hijrah itu, dimana Allah sendiri akan menuntun kita kepada-Nya hingga nantinya akan membuat kita lebih dewasa dan lebih mencintai Allah Swt.
Saatnya kita berhijrah. Menghijrahkan rasa cinta kita yang fitrah menuju kepada sang Maha Pemilik Cinta. Sebab rasa cinta kita yang lain hanya sebagai bentuk bukti cinta kita kepada-Nya, yaitu seperti beribadah, beramal shalih, serta saling mencintai sesama. Maka yakinlah, itu semua hanyalah bukti pengejawantahan  rasa cinta kita kepada-Nya.
            Dalam proses menghijrahkan cinta kepada-Nya mungkin awalnya  kita akan mengalami peristiwa yang sulit, namun apa salahnya untuk terus mencoba. Bukankah alah bisa karena biasa? Maka sudah sepatutnya kita terus mencoba untuk menumbuhkan rasa cinta kepada-Nya, hingga pada akhirnya diri kita terbiasa dengan selalu menghadirkan cinta-Nya dalam setiap proses perjalanan hidup kita. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar