Oleh : Tri Sumaria
Akhir-akhir
ini telinga kita sudah tidak asing lagi mendengar kata-kata hijrah ataupun
hijrah cinta. Kita sering mendengarnya dari televisi, surat kabar atau bahkan
dari kehidupan sehari-hari. Hijrah berasal dari bahasa arab yang artinya
perpindahan atau migrasi. Hijrah ini berasal dari peristiwa perjalanan Nabi
Muhammad Saw dari kota Mekkah ke Madinah pada tahun 611 M. Hijrah adalah
langkah untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi dari sebelumnya,
meninggalkan sesuatu yang buruk dan berpindah kepada hal-hal yang lebih baik.
Sementara itu, cinta adalah sebuah perasaan ketertarikan terhadap sesuatu. Oleh
karena itu, hijrah cinta merupakan proses perpindahan cinta dari sesuatu yang
tidak baik menuju cinta yang hakiki, yaitu cinta kepada-Nya.
Pada
hakekatnya, cinta merupakan fitrah yang dimiliki manusia. Dimana ada banyak cinta
di dunia ini yang mengelilingi manusia, yaitu cinta kepada Allah, cinta kepada
makhluk ciptaan Allah seperti kepada orang tua, keluarga, dan sahabat, serta
cinta kepada sesuatu yang Allah ciptakan seperti harta, tanaman, lautan, serta
jabatan. Namun dari banyaknya cinta yang ada di sekitar manusia hanya ada satu
cinta yang paling istimewa, yang selalu ada disisi manusia dan tak pernah
hilang dalam keadaan apapun yaitu cinta kepada-Nya. Hanya cinta kepada-Nya yang
tak pernah membuat diri kita kecewa, sulit, patah hati dan menderita.
Sampai saat ini banyak orang-orang
yang sepertinya belum paham makna cinta yang sebenarnya. Hal ini dapat kita
lihat dari masih banyaknya orang-orang di luar sana yang terus-menerus merasa
sedih karena putus cinta, selain itu maraknya istilah baper atau sering disebut
bawa perasaan terhadap seseorang hingga membuat galau yang berkepanjangan, kecewa
yang sangat dalam terhadap seseorang hingga menimbulkan penyakit hati yang sulit
disembuhkan. Hal-hal seperti ini seharusnya tidak terjadi. Kemungkinan besar
ini terjadi karena rasa cinta mereka kepada hal selain Allah lebih besar
dibandingkan rasa cintanya kepada Allah. Padahal tanpa mereka sadari rasa cinta
yang ada di hati mereka bersumber dari Allah Swt.
Jika kita menghijrahkan cinta dari
jatuh cinta menuju bangun cinta, maka cinta menjadi sebuah istana tinggi
menggapai surga~Salim Ahukum Fillah.
Menilik
dari pernyataan Salim Ahukum Fillah bahwa sesungguhnya ketika kita sudah menghijrahkan
diri kita dari rasa cinta kepada sesuatu selain Allah menuju rasa cinta kepada
Allah maka cinta kita dapat menuntun kita untuk menuju ke surga-Nya.
Ketika
kita sudah menghijrahkan cinta kita, maka ada konsekuensi yang harus dilakukan.
Sebuah langkah baru yang harus dimulai. Salah satunya adalah selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan oleh Allah Swt serta menjauhi segala larangan-Nya. Hal
ini tentu sangat mudah bagi orang-orang yang memang mencintai Allah. Sebab
dengan rasa cinta-Nya itu ia akan melaksanakan segala perintah-Nya. Rasa cinta
kepada-Nya yang akan menjadi dasar atas ibadah yang ia lakukan. Hingga pada
akhirnya menghantarkan dirinya menuju cinta yang hakiki, yang akan menuntun dirinya menuju surga yang
Allah janjikan. Permasalahan saat ini adalah bagaimana jika orang tersebut baru
mulai menghijrahkan cintanya kepada Allah? Tentu ini bukan perkara yang mudah. Banyak
rintangan dan kesulitan yang mungkin akan menghampirinya. Salah satunya adalah
perasaan tidak percaya diri dengan hijrahnya, dijauhi orang-orang disekitarnya,
dan mungkin saja akan diperbincangkan oleh orang-orang yang tidak menyukai
proses hijrahnya. Hal-hal seperti itulah yang mungkin akan membuat ragu bagi
orang-orang yang hendak berhijrah atau bahkan yang sudah memulai hijrahnya.
Namun percayalah di sinilah titik terpenting dari proses hijrah itu, dimana
Allah sendiri akan menuntun kita kepada-Nya hingga nantinya akan membuat kita
lebih dewasa dan lebih mencintai Allah Swt.
Saatnya
kita berhijrah. Menghijrahkan rasa cinta kita yang fitrah menuju kepada sang
Maha Pemilik Cinta. Sebab rasa cinta kita yang lain hanya sebagai bentuk bukti
cinta kita kepada-Nya, yaitu seperti beribadah, beramal shalih, serta saling
mencintai sesama. Maka yakinlah, itu semua hanyalah bukti pengejawantahan rasa cinta kita kepada-Nya.
Dalam proses menghijrahkan cinta
kepada-Nya mungkin awalnya kita akan
mengalami peristiwa yang sulit, namun apa salahnya untuk terus mencoba.
Bukankah alah bisa karena biasa? Maka
sudah sepatutnya kita terus mencoba untuk menumbuhkan rasa cinta kepada-Nya, hingga
pada akhirnya diri kita terbiasa dengan selalu menghadirkan cinta-Nya dalam
setiap proses perjalanan hidup kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar